Tokoh

Suarakan Evaluasi Total MDA: Bendesa Adat Batuyang Guru Made Sukarta "Kembali pada Spirit Asli Desa Adat Bali"

 Senin, 14 Juli 2025

Bendesa adat Batuyang


 

Gianyar, 14 Juli 2025 - Polemik seputar peran dan kewenangan Majelis Desa Adat (MDA) kembali mencuat ke permukaan. Kali ini suara kritis datang dari Bendesa Adat Batuyang, Guru Made Sukarta, yang secara terbuka menyuarakan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap struktur dan peran MDA dalam konstelasi adat Bali saat ini.


Menurutnya, keberadaan MDA baik di tingkat kecamatan, kabupaten, hingga MDA Agung sejatinya harus difungsikan sebagai forum komunikasi antar bendesa adat se-Bali, bukan sebagai lembaga yang seolah-olah memiliki otoritas struktural atas desa adat.


“Dari dulu kami di desa adat mengusulkan agar peran MDA itu dikaji ulang secara total. MDA bukan atasan kami. Atasan kami adalah kerama desa adat yang memilih kami secara sah, dan secara niskala, kami dijaya-jaya oleh ide Betara Kahyangan Tiga,” tegas Guru Made Sukarta.


Ia menekankan bahwa saat ini MDA lebih banyak berfungsi sebagai perpanjangan tangan pemerintah, seperti dalam menyalurkan bantuan BKK atau meneruskan instruksi-instruksi formal. Hal itu dinilai tidak menjadi persoalan, selama dijalankan secara transparan dan bersifat fasilitatif bukan memerintah atau bahkan menekan desa adat.


“Kalau forum MDA hanya menjadi instrumen untuk memerintah, main tunjuk, mengeluarkan ancaman semacam tidak dikeluarkan surat keputusan BKK, itu bukan membina, tapi sudah masuk ke arah tekanan. Itu yang tiang tidak setuju,” ujar Bendesa yang dikenal vokal ini.


Forum Bendesa Harus Dipimpin Oleh Bendesa Aktif


Guru Made Sukarta mengusulkan agar bila memang ada forum formal dalam struktur adat, maka sebaiknya dipimpin oleh Bendesa Adat yang masih aktif, bukan figur birokratis atau yang tidak lagi berkecimpung dalam urusan adat secara langsung.


“Kalau forum itu benar-benar forum komunikasi, ketuanya harus bendesa aktif. Yang tahu betul denyut nadi desa adat, yang memperjuangkan eksistensi, aspirasi, dan kemaslahatan krama adat. Bukan sekadar menjalankan agenda formalistik saja,” tambahnya.


Ia juga menyoroti soal anggaran yang besar dalam struktur MDA, namun dirasa belum optimal menyentuh kebutuhan riil desa adat. Menurutnya, eksistensi desa adat tetap berjalan, dengan atau tanpa MDA, selama kerama adat solid dan ide pengemong tetap dijunjung tinggi.


Kritik Terhadap Gaya Kepemimpinan yang Tertutup


Dalam pandangannya, MDA saat ini cenderung tertutup terhadap kritik dan tidak menjalankan fungsi komunikasi yang sehat. Ia menyesalkan sikap sebagian pengurus MDA yang enggan menerima masukan atau bahkan menolak dialog dengan para bendesa adat di akar rumput.


“Kami ini sudah berkali-kali mencoba memberikan masukan, kritik membangun, tapi tidak ditanggapi. Bahkan disuruh datang menghadap, seolah mereka atasan kami. Kami ini dijaya-jaya di pura, bukan di kantor MDA. Atasan kami adalah krama desa,” tegasnya dengan nada kecewa.


Guru Made juga menekankan bahwa niat tulus Gubernur Bali dalam menjaga adat dan peradaban Bali melalui visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali tetap akan didukung, meski tanpa keterlibatan formal MDA. Asalkan program tersebut dijalankan dengan spirit yang benar-benar berpihak pada keluhuran budaya dan kesejahteraan krama adat.


“Kalau Gubernur memang serius menjaga adat Bali, kami pasti dukung. Tapi tidak harus lewat orang-orang MDA yang terlalu tertutup dan jauh dari realitas desa. Kami di desa sudah sangat sibuk mengurus krama, panca yadnya, dan kehidupan adat sehari-hari,” tegasnya.


Desakan untuk Perubahan: MDA Harus Jadi Forum Aspirasi, Bukan Kekuasaan

Sebagai penutup, Guru Made Sukarta mengajak seluruh elemen adat untuk mendorong MDA menjadi wadah komunikasi sejati, bukan sekadar institusi birokratis. Ia berharap para pimpinan MDA di berbagai tingkatan mulai membuka diri, melakukan otokritik, dan kembali pada esensi: melayani dan memperjuangkan aspirasi desa adat.


“Kalau tidak mampu memperjuangkan aspirasi krama adat ke eksekutif, lebih baik jangan jadi ketua MDA. Duduklah bersama para bendesa, dengarkan suara desa. Bukan hanya kumpulkan pecalang dan perintah-perintah formal. Mari kita kembali pada jalan adat yang benar,” pungkasnya. (TimNewsyess)


Penulis : Tim Klungkungnews


Siapa Calon Bupati Buleleng 2024 Selanjutnya?

Polling Dimulai per 1 Maret 2024



Siapa Calon Wakil Walikota Denpasar Selanjutnya?

Polling Dimulai per 1 Maret 2024