News
Kian Diminati, Keben Khas Desa Bangklet Bangli, Pengusaha Lokal Raup Omzet Jutaan Rupiah Per Bulan harapkan perhatian pemerintah daerah
Minggu, 07 September 2025
Pengusaha Keben asal Bangklet Bangli
Bangli, Di tengah gempuran produk berbahan plastik, kerajinan “keben bambu” asal Desa Bangklet, Desa Kayubihi, Bangli, justru semakin diminati masyarakat. Produk tradisional ini tidak hanya digemari oleh kalangan menengah ke bawah karena harganya yang terjangkau, tetapi juga mulai merambah pasar premium dengan kualitas pengerjaan yang lebih rapi dan bernilai seni tinggi.
Adalah “I Wayan Santika”, pengusaha keben asal Desa Banglet, yang kini konsisten mengembangkan usaha keluarga berbasis kearifan lokal ini. Saat ditemui Newsyess, Santika menceritakan bahwa permintaan keben terus meningkat, baik di Bali maupun luar daerah.
“Sekarang pemasarannya besar sekali. Hampir seluruh Bali memakai keben, bahkan sudah ada permintaan keluar Bali. Apalagi dengan kebijakan pengurangan plastik, keben kembali jadi pilihan utama masyarakat,” ujar Santika.
Proses Pembuatan Manual
Keben produksi Desa Bangklet dibuat secara manual dari bahan bambu lokal yang dikenal dengan nama “tieng tali”. Bambu dipilih karena lentur, kuat, dan awet. Proses pengerjaan dimulai dari mengerik kulit bambu, menjemurnya hingga kering, kemudian dicat atau dibiarkan alami sesuai permintaan.
“Semua masih manual. Satu keben butuh waktu dua hari pengerjaan. Kalau pesanan banyak, kami melibatkan anggota keluarga, terutama ibu-ibu rumah tangga di sekitar sini. Jadi selain menjaga tradisi, usaha ini juga bisa membuka lapangan kerja,” jelasnya.
Selain keben polos, pengrajin juga menawarkan variasi produk dengan modifikasi rotan atau rajutan tali. Warna dan ukuran dapat disesuaikan dengan permintaan konsumen.
Harga Terjangkau, Tahan Lama
Harga keben sangat bervariasi, mulai dari di bawah Rp100 ribu untuk kelas menengah ke bawah, hingga Rp300 ribu–Rp500 ribu untuk kualitas premium dengan pengerjaan lebih rapi dan bernilai seni tinggi.
“Yang membedakan adalah tingkat kerapian. Kalau pengerjaannya benar-benar detail dan menjiwai, harganya bisa lebih mahal. Tapi yang kelas menengah tetap jadi favorit karena terjangkau,” ungkap Santika.
Dari sisi ketahanan, keben bambu ini bisa digunakan hingga lima tahun, asalkan tidak sering terkena air. Jika basah, cukup dijemur kembali agar kering dan siap dipakai lagi.
Pasar Luas, Produksi Terbatas
Meski permintaan tinggi, keterbatasan jumlah pengrajin membuat produksi keben belum bisa memenuhi pasar secara maksimal. Dalam sebulan, Santika mampu menghasilkan omzet sekitar Rp5 juta–Rp10 juta, tergantung kelancaran produksi.
“Kalau tukangnya banyak, hasil bisa lebih besar. Tapi karena manual dan pengerjaannya lama, pesanan sering tidak bisa cepat dipenuhi. Justru itu yang membuat keben manual tetap diminati karena lebih bernilai,” ujarnya.
Harapan pada Pemerintah
Santika berharap pemerintah daerah turut memperhatikan nasib pengrajin lokal. Pasalnya, biaya bahan baku bambu kian mahal, sementara modal yang tersedia terbatas. Selama ini, ia mengandalkan pinjaman dari LPD setempat untuk memenuhi kebutuhan produksi.
“Kami harap ada dukungan dari pemerintah, baik dari sisi permodalan maupun pembinaan. Karena kerajinan keben ini bukan hanya usaha ekonomi, tetapi juga bagian dari pelestarian budaya Bali,” tegasnya.
Dengan terus meningkatnya minat masyarakat terhadap produk ramah lingkungan, keben dari Desa Banglet diyakini mampu bertahan bahkan berkembang menjadi salah satu ikon kerajinan khas Bangli. (TimNewsyess) bagi masyarakat Yang berminat Keben silakan kontak HP (+62 822-3687-8855) terimakasih
Penulis : Tim Klungkungnews
Polling Dimulai per 1 Maret 2024
Polling Dimulai per 1 Maret 2024