News

Nyoman Oka Antara, Sekretaris Komisi I DPRD Bali Kritik Keras Aturan Jarak Penjor–Kabel PLN: “Ini Mengerdilkan Budaya Bali”

 Senin, 17 November 2025

Nyoman oka antara Sekretaris DPRD bali


Denpasar |  Sekretaris Komisi I DPRD Provinsi Bali dari Dapil Karangasem, I Nyoman Oka Antara, angkat bicara terkait himbauan PLN mengenai pengaturan jarak minimal penjor dengan kabel listrik. Menurutnya, aturan tersebut bukan sekadar persoalan teknis keamanan, tetapi telah menyentuh ranah kultur dan tradisi yang telah hidup ratusan tahun dalam masyarakat Hindu Bali.

Oka Antara menilai imbauan agar penjor dipasang minimal 2—2,5 meter dari kabel PLN menunjukkan bahwa pihak PLN tidak memahami bahkan dianggap tidak menghormati kebudayaan Bali.

“Penjor itu sudah dibuat sejak ratusan tahun lalu. Setiap Galungan orang Hindu di Bali selalu memasang penjor. Baru kali ini muncul peringatan seperti ini dari PLN,” ujarnya.

“Kalau listrik berbahaya, semestinya kabel yang diatur, bukan penjor”

Menurut Oka Antara, masalah utama bukan pada masyarakat yang memasang penjor, melainkan pada penataan kabel PLN yang selama ini semrawut dan tidak sesuai standar budaya lokal.

“Kalau listrik ini berbahaya, justru merekalah yang harus mengatur kabel-kabel itu. Jangan kabel ditarik rendah di pinggir jalan, di depan rumah orang. Kita sudah tahu setiap Galungan pasti ada penjor. Jadi bukan penjor yang harus menyesuaikan PLN,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa PLN seharusnya menempatkan pejabat yang memahami kultur dan tata nilai Hindu Bali ketika bertugas di Bali.

“Bukan orang yang ingin menggeser atau mengerdilkan budaya Bali. Orang Bali sangat tersinggung. Penjor itu bukan sekadar hiasan. Ada lambang kemenangan Dharma melawan Adharma,” ucapnya.

Penjor: Simbol Sakral, Tidak Bisa Disamakan dengan Penjor Pernikahan

Oka Antara mengingatkan bahwa penjor Galungan memiliki nilai sakral yang tidak dapat dibandingkan dengan penjor untuk upacara pernikahan.

“Penjor Galungan itu disembahyangi setiap hari hingga batas waktu setelah kuningan. Ada filosofinya, ada maknanya. Tidak bisa diperlakukan sama seperti penjor nikahan yang setelah upacara langsung dicabut,” jelasnya.

PLN Minta Maaf, Tapi Tak Bisa Selesai Begitu Saja

Beberapa hari terakhir PLN telah menyampaikan permohonan maaf terkait imbauan tersebut. Namun, menurut Oka Antara, persoalan tidak cukup selesai dengan permintaan maaf saja.

“Kita maafkan, tapi tidak sesederhana itu. Justru PLN selama ini banyak membuat ‘ledah Bali’. Pasang kabel seenaknya, tidak pernah diupacarai, tidak pernah diplaspas. Orang suci keluar masuk di bawah kabel rendah seperti itu. Itu bukan hal sepele,” katanya.

Ia menyebut kabel PLN yang rendah dan berantakan sering menimbulkan persoalan dalam prosesi adat.

Dugaan Praktik Bisnis Saat Upacara: Tarif Bongkar Kabel Capai Puluhan Juta

Oka Antara juga menyinggung praktik pungutan saat masyarakat hendak menggelar upacara besar, seperti ngaben, terutama ketika wadah atau bade harus melewati jalan raya yang terhalang kabel PLN.

“Ada yang diminta bayar 25 juta, 50 juta, bahkan sampai ratusan juta hanya untuk menaikkan atau memindahkan kabel. Ini apa? Bisnis?” tegasnya.

Ia mencontohkan pengalamannya saat pengabenan di Karangasem untuk 900 KK dalam satu dadia, di mana prosesi nyaris terhambat karena kabel terlalu rendah.

Usulkan Bali Bebas Kabel Udara

Atas berbagai persoalan tersebut, Oka Antara menyatakan akan mengusulkan kepada DPRD Bali agar ada regulasi khusus di Bali terkait penataan jaringan listrik.

“Saya akan usulkan ke rekan-rekan DPRD Bali, ketetapan bahwa tidak boleh ada kabel di atas, khusus di Bali. Ini penting. Selain mengganggu estetika, juga menghambat adat istiadat,” ujarnya.

Menurutnya, kabel-kabel baru yang seharusnya ditarik lebih tinggi justru makin rendah dan membahayakan.

“PLN Jangan Atur Budaya Bali”

Oka Antara menegaskan bahwa kejadian ini harus menjadi pelajaran bagi PLN, agar tidak lagi membuat kebijakan yang bertentangan dengan adat, budaya, dan keyakinan masyarakat Bali.

“Penjor adalah simbol kemenangan Dharma melawan Adharma. Sudah ratusan tahun ada. Jangan PLN sekarang datang dan menyuruh orang Bali menyesuaikan aturan mereka. Itu sangat keliru,” katanya.

Ia menutup pernyataannya dengan mendesak agar PLN Pusat menempatkan pimpinan dan petugas yang memahami kultur Bali.

“Bali mayoritas Hindu. Maka siapa pun yang bertugas di sini harus menghormati adat dan kultur kami. Bukan sebaliknya,” tegasnya. (Tim Newsyess)


Penulis : Tim Klungkungnews


Siapa Calon Bupati Buleleng 2024 Selanjutnya?

Polling Dimulai per 1 Maret 2024



Siapa Calon Wakil Walikota Denpasar Selanjutnya?

Polling Dimulai per 1 Maret 2024