Tokoh
I Komang Alit Ardana Bendesa Adat Kuta : MDA Harus Kembali pada Fungsi Wadah Koordinasi, Bukan Menjadi Atasan Desa Adat
Rabu, 16 Juli 2025
Bendesa adat Kuta,
Badung , Polemik seputar kewenangan Majelis Desa Adat (MDA) Bali menuai beragam tanggapan dari para bendesa di berbagai wilayah. Salah satunya datang dari I Komang Alit Ardana, S.E., Bendesa Adat Kuta, yang menegaskan bahwa MDA harus senantiasa kembali pada jati diri sebagai wadah koordinasi, bukan bertindak layaknya atasan bagi desa adat.
Dalam keterangannya pada Rabu (16/7/2025), I Komang Alit Ardana menyebut MDA pada dasarnya dibentuk dengan niat mulia sebagai forum koordinasi dan komunikasi di tingkat desa, kecamatan, hingga kabupaten.
"MDA itu bagus. Sebagai wadah koordinasi antar desa adat memang sangat diperlukan, tetapi bukan sebagai atasan atau bawahan. Harus kita hormati otonomi dan tradisi di masing-masing desa adat," tegasnya.
Hargai Ragam Tradisi dan Kearifan Lokal
I Komang Alit Ardana menekankan, setiap desa adat memiliki karakter, tradisi, dan awig-awig yang berbeda. Karena itu, pendekatan yang sama untuk semua desa dinilai tidak adil dan berpotensi menabrak kearifan lokal.
"Tidak bisa semua disamakan. Desa di Kuta dengan Karangasem tentu berbeda. Kuta lebih heterogen, tantangan dan jangkauan adatnya juga berbeda. Jadi awig-awig pun harus menyesuaikan situasi setempat," jelasnya.
Baginya, salah satu kekuatan desa adat di Bali terletak pada keanekaragaman dan kekhasan tradisi yang diwariskan turun-temurun. Oleh karena itu, peran MDA sebaiknya sebatas menfasilitasi, bukan mendikte.
Kepemimpinan MDA Idealnya dari Bendesa Aktif
Lebih jauh, Bendesa Adat Kuta juga menyoroti pentingnya figur pemimpin MDA yang benar-benar memahami dinamika di lapangan, idealnya dipegang oleh bendesa adat aktif.
"Kalau jadi pemimpin di MDA, minimal harus bendesa aktif. Karena kalau tidak pernah memimpin desa, bagaimana memahami cara memimpin desa adat? Desa adat bukan hal kecil, ada 1.494 lebih di Bali. Itu bukan jumlah yang sedikit," ujarnya.
Perlu Evaluasi, Bukan Membangkang
Menyikapi berbagai polemik belakangan, I Komang Alit Ardana mendukung evaluasi terhadap kewenangan MDA. Menurutnya, evaluasi adalah proses alamiah untuk memperbaiki kelembagaan, bukan bentuk pembangkangan.
"Evaluasi itu penting, jangan dianggap membangkang. Semua demi kebaikan. Kalau ada yang keliru, ayo perbaiki, supaya mendekati sempurna," imbuhnya.
Bahasa “Ratu” dan Pengotakan Dinilai Berlebihan
Tak hanya soal kewenangan, Bendesa Adat Kuta juga mengingatkan penggunaan istilah “Ratu” yang belakangan melekat di beberapa tokoh adat.
"Kurangi penggunaan istilah ‘Ratu’. Kita ini pemimpin rakyat, pemimpin kerama, bukan untuk diagung-agungkan. Kalau mau dihormati, ya buktikan lewat perbuatan, bukan gelar," tegasnya.
Selain itu, ia menolak keras upaya menonjolkan klan atau klan tertentu, karena menurutnya justru memecah kebersamaan.
"Kita di desa adat harus jadi pengayom semua golongan, jangan malah mengotak-ngotakkan dengan embel-embel klan atau gelar. Di desa, kita semua nyama. Kalau desa adat runtuh, runtuh pula benteng terakhir Bali," pesannya.
Harapan untuk MDA dan Masyarakat Bali
Di penghujung pernyataannya, I Komang Alit Ardana kembali menegaskan harapan agar MDA Bali menyadari posisinya sebagai mitra pemerintah dan payung koordinasi, bukan lembaga pengambil keputusan sepihak.
"Keputusan harus tetap datang dari bawah, bukan top-down. Mari hormati kearipan Lokal (desa Kala Patra) di masing-masing desa. Jika perlu disesuaikan, ya sesuaikan, tapi jangan dipaksakan. Ini semua demi menjaga adat, budaya, dan tradisi Bali tetap hidup dan kokoh," pungkasnya.
Dengan pesan ini, Bendesa Adat Kuta mengajak semua pihak merawat ruh Desa Adat Bali dengan penuh hormat, terbuka pada perbaikan, dan menjauhi sikap berlebihan yang justru menggerogoti harmoni masyarakat adat.
(Tim Newsyess)
Penulis : Tim Klungkungnews
Polling Dimulai per 1 Maret 2024
Polling Dimulai per 1 Maret 2024