Tokoh

Harapan di Tengah Kebijakan Dana Rp200 Triliun ke Himbara: Ancaman atau Peluang? Ini Pendapat BPR di Bali 

 Kamis, 18 September 2025

Kebijakan pemerintah atas dana Rp 200 triliun


Jakarta,  Kebijakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang menempatkan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun ke bank-bank milik negara yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) memantik pro dan kontra. Bagi kalangan Bank Perekonomian Rakyat (BPR), langkah ini dinilai bisa menjadi pedang bermata dua: ancaman yang melemahkan daya saing, sekaligus peluang untuk memperkuat kolaborasi dalam membiayai sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Jumlah dana tersebut hampir setara dengan total aset industri BPR nasional yang mencapai Rp232 triliun per Juli 2025. Wajar jika para pelaku BPR was-was. Selama ini, BPR dikenal sebagai ujung tombak pembiayaan UMKM karena menawarkan layanan sederhana, kedekatan emosional dengan nasabah, serta fleksibilitas dalam agunan dan prosedur.

Himbara Bisa Lebih Agresif Serbu Segmen UMKM

Direktur Utama BPR Padma, Cokorda Gede Mahadewa, S.E., M.M., menilai bahwa kebijakan ini tidak bisa dilihat hanya dari sisi negatif. Menurutnya, ada ruang besar bagi BPR untuk menjalin kemitraan strategis dengan Himbara.

“Menurut saya, pengucuran dana lewat bank Himbara merupakan peluang bagi BPR untuk bekerjasama dalam penyaluran kredit ke UMKM. Pemerintah harus memberi prioritas agar dana itu juga mengalir lewat BPR. Dengan begitu, dampaknya bisa langsung dirasakan oleh sektor riil,” tegas Mahadewa.

Ia menambahkan, jika dana sebesar itu hanya disalurkan melalui bank besar, risiko yang muncul adalah kompetisi tidak seimbang. Himbara bisa meluncurkan pinjaman mikro dengan bunga murah dan skema agresif, yang berpotensi menggerus loyalitas nasabah UMKM dari BPR.

Tiga Jalan Selamatkan BPR

Kekhawatiran serupa juga disampaikan oleh Direktur PT BPR Sari Jaya Sedana, Dewa Wijaya Meranggi, yang menilai tanpa keberpihakan pemerintah, ekosistem keuangan mikro bisa terganggu. Ia menawarkan tiga skenario penyelamatan BPR agar tetap relevan dan berdaya saing:

1. Afirmasi Kebijakan – Pemerintah perlu memberi insentif khusus atau menempatkan BPR sebagai mitra resmi Himbara dalam penyaluran kredit mikro.
2. Skema Penyaluran Dana yang Adil – Alokasi dana pemerintah tidak boleh terserap habis oleh bank besar, tetapi juga harus membuka ruang bagi BPR.
3. Transformasi Digital – BPR harus melakukan digitalisasi layanan agar tetap unggul dalam kecepatan, kedekatan, dan kenyamanan bagi UMKM lokal.

Menanti Keberpihakan Pemerintah

Baik Mahadewa maupun Dewa Wijaya sama-sama menekankan, keputusan akhir ada di tangan pemerintah. Arah kebijakan Menkeu akan menentukan apakah Rp200 triliun dana negara ini menjadi penguat ekosistem keuangan mikro atau justru memperbesar dominasi bank besar.

“Apakah BPR akan diberi ruang atau justru dipinggirkan? Semua tergantung pada keberpihakan pemerintah. Kami berharap BPR tidak hanya dipandang kecil, tetapi sebagai penyangga utama UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional,” pungkas Dewa Wijaya.

Dengan posisi BPR yang melekat erat pada denyut nadi UMKM, suara mereka kini menjadi penting dalam percaturan kebijakan keuangan nasional. BPR menegaskan, mereka tidak meminta perlakuan istimewa, tetapi kesempatan yang adil untuk terus hadir sebagai mitra rakyat kecil di tengah pusaran kebijakan dana jumbo pemerintah. (TimNewsyess)


Penulis : Tim Klungkungnews


Siapa Calon Bupati Buleleng 2024 Selanjutnya?

Polling Dimulai per 1 Maret 2024



Siapa Calon Wakil Walikota Denpasar Selanjutnya?

Polling Dimulai per 1 Maret 2024